Selasa, 13 Agustus 2013

Suka Mainstream? Apa Salahnya???

Kalau bagi para aktifis di forum-forum dunia maya mungkin sudah sering melihat adanya pertentangan dari kelompok orang yang membenci sesuatu yang bersifat mainstream. Mulai dari masalah musik, film, fashion, dan lain-lain. Upps, sebelum lebih jauh, apakah kawan-kawan sudah tahu apa itu mainstream? Okay, saya akan mengambil intisarinya saja bahwa mainstream itu semacam ikut arus. Sesuatu yang lagi ngetrend, pasaran, dan sangat umum di masyarakat. Misalnya kalau musik ya nuansa melayu, keberadaan girlband dan boyband, dan tema cinta. Kalau teknologi misalnya penggunaan blackberry messenger atau jejaring sosial yang tiap musimnya berganti (friendster to facebook, facebook to twitter, twitter to line, path, etc). Sementara film-film contohnya seperti fans-fansnya film "Habibie Ainun" atau kalau jaman dulu "Ada Apa dengan Cinta". Sementara lawannya adalah hipster. Sesuatu yang tidak umum dan selalu memiliki gaya yang berbeda. Kalau bicara musik misalnya keberadaan band-band indie. Kalau bicara fashion mungkin para penganut hipster tidak akan menggunakan pakaian seperti layaknya artis televisi. Bisa saja, yang mereka pakai adalah fashion ala 80an, 70an, atau bahkan fashion yang mereka cipatkana sendiri. Biasanya yang seperti ini akan bilang,"Ini bukan ketinggalan zaman, kita cuma ga mau aja bergaya mainstream," ujar para hipster. Hmm, fair enough.. Nah, saya melihat ada kecenderungan yang mengatakan bahwa penggemar mainstream itu kampungan, tunduk pada pasar, dan tidak memiliki idealisme. Para penganut mainstream ini sering diejek sebagai "alay" juga. Okay, mungkin sebagian dari kalian akan berkata, "wah author berarti penganut mainstream!" Bisa jadi ada kecenderungan ke sana, tapi bukan berarti saya tidak menyukai sesuatu yang berbau indie. Kalau mau bukti saya lebih suka mengumpulkan CD band-band indie daripada CD para musisi yang sudah dikenal masyarakat. Sebetulnya semua ini kan masalah selera. Jika pasar memang menginginkan suatu genre, maka terimalah. Toh pasar tidak mewajibkan semua konsumen untuk menyukai sesuatu yang ngetrend. Biasanya hal ini sangat penting di kalangan anak muda yang sedang bergairah dalam masalah idealisme. Tidak heran banyak cibiran bagi para penggemar K POP, atau kalau di Indonesia para fans Cherrybelle, Sm*sh, Coboy Junior, dan JKT 48. Pada dasarnya hal itu tidak usah terlalu dirisaukan, karena sekali lagi, selera. Ada yang bilang kalau banyak hal yang mainstream membodohi masyarakat dengan tema-tema mereka yang itu-itu saja. Hmm. sebenarnya ini adalah sesuatu yang klise, karena bagi saya semua lirik itu sama saja. Band-band indie pun kadang menyanyikan sebuah lirik yang tidak saya pahami. Ingatlah bahwa suatu industri membutuhkan output yang jelas. Jika tujuannya uang, ya itulah yang diperoleh. Jika kepuasan, maka itulah yang harus dicapai. Setahu saya para penggiat indie baik film, musik, maupun fashion tidak menargetkan sesuatu berlandaskan uang. Lalu kenapa para fanboynya malah mengeluh dan nyinyir bahwa para idolanya itu harus lebih diperhatikan? Okay, karena tulisan ini terlalu umum saya tidak akan membuat sebuah benang merah. Karena yang menentukan adalah Anda sendiri. Ingin menjadi mainstream atau hipster? Cuma ada sebuah kalimat yang mungkin bisa jadi renungan para mainstream haters : "Like mainstream, because hate mainstream is too mainstream" picture : kapanlagi.com