Selasa, 29 November 2011

Berjuang Tanpa Anarkisme

“seratus orang tak berpendidikan akan menimbulkan pemberontakan, satu orang berpendidikan merupakan awal dari munculnya suatu gerakan”(Chico Mendes)
Masih segar dalam ingatan pemberitaan media-media beberapa waktu lalu yang menonjolkan suatu tindak anarkisme yang dilakukan oleh demonstran mahasiswa dan aparat keamanan. Mahasiswa yang merasa tuntutannya tidak diperhatikan oleh pemerintah membuat sebuah “gebrakan” dengan merusak beberapa fasilitas kampus dan juga public. Di sisi lain, aparat yang seolah-olah tidak mau terlihat lemah di hadapan masyarakat pun membuat serangan balik yang tidak kalah brutal, dan terkdang menggunakan senjata api. Seolah-olah kedua kubu ini adalah kelompok haus kemenangan dan krisis eksistensi. Dalam keadaan seperti itu, tidak heran jika muncul beberapa stereotype bahwa mahasiswa yang melakukan demonstrasi adalah perusak yang membuat suasana kota menjadi tidak kondusif, dan aparat adalah sekumpulan orang bersenjata yang hobi melakukan tindak brutal atas nama keamanan. Padahal jika ditilik lebih dalam, mahasiswa membawa beberapa tuntutan untuk direalisasikan oleh pemerintah yang berguna untuk rakyat. Sementara aparat memilik tugas mulia untuk mengamankan warga, kota, dan juga Negara. Lalu, apakah memang harus anarkis? Tidak juga. Jika kita kembali ke tahun 1980an di Negara Brazil. Maka kita akan mengenal sosok Chico Mendes, seorang aktivis lingkungan hidup. Mendes berusaha mempertahankan eksistensi dari hutan karet sebagai ladang untuk mempertahankan hidup para warga Chacoeira yang bekerja sebagai penyadap getah karet. Perjuangan yang dipimpin oleh Chico Mendes itu berhasil tanpa perlu ada pengangkatan senjata. Justru peredaman yang dilakukan oleh aparat keamanan ketika itu menimbulkan kritik social yang sangat tajam dari belahan dunia. Chico Mendes telah membuktikan kata-kata adalah senjata. Karena dengan pidatonya tersebut telah membuat pemerintah Brazil untuk menghentikan proyek pembuatan jalannya yang akan memusnahkan sebagian hutan tropis dan terutama pohon-pohon karet di wilayah Chacoeira. Memang sebuah pergerakan merupakan cara yang sangat ampuh dalam menuntut sesuatu. Tentu saja bukan sebuah pergerakan individual, tetapi dengan berorganisasi. Karena satu orang tidak akan cukup untuk melakukan perubahan. Namun bukan berarti dengan kuantitas, akan menghasilkan sesuatu yangt baik. Di dalamnya diperlukan sebuah pendidikan yang menjadi landasan dari pergerakan yang diyakini benar. Jika kita melihat bentuk-bentuk perjuangan yang dilakukan Chico Mendes, menyuarkan pendapat tanpa mengangkat senjata tanpa harus bentrok berhasil membuat sebuah perubahan. Bagaiman dengan pergerakan akhir-akhir ini? Banyak para demonstran yang justru menggunakan kuantitas mereka untuk melakukan hal-hal yang tidak simpatik. Sakan-akan untuk menunjukan eksistensi mereka dalam sebuah pergerakan masyarakat. Namun apa yang terjadi? Pergerakan justru dicap negative dengan adanya beberapa opini public yang memarjinalkan para demonstran. Akibatnya, meski aksi mereka mendapat perhatian, namun tuntutan mereka tidak sampai intinya, karena tertutup oleh aksi anarkis. Tidak ada yang salah dengan pergerakan. Pergerakan muncul dari nurani masyarakat jika terjadi ketidakadilan social dan juga kebijakan yang merugikan. Hal yang salah adalah jika pergerakan dijadikan ajang eksistensi suatu kelompok. Karena hal tersebut akan menodai pergerakan yag murni. Chico Mendes telah menunjukan bahwa kuantitas orang ditambah pendidikan akan menghasilkan pergerakan yang berkualitas. Inspirasi : Film Burning Season